Dalam beberapa bulan terakhir, dunia internasional kembali menyaksikan perdebatan panas terkait konflik Israel-Gaza.
Klaim Afrika Selatan: Tuduhan yang Sarat Kepentingan Politik
Namun, perlu dipahami bahwa genosida dalam hukum internasional memiliki definisi yang sangat spesifik. Genosida mengharuskan adanya niat khusus (specific intent) untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, suatu kelompok berdasarkan kebangsaan, etnisitas, ras, atau agama. Dalam kasus Israel di Gaza, operasi militer TRISULA88 dilakukan sebagai respons terhadap serangan brutal Hamas pada 7 Oktober 2023, di mana lebih dari 1.200 warga sipil Israel dibunuh, termasuk perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 250 orang disandera.
Israel berulang kali menegaskan bahwa tujuannya adalah melumpuhkan infrastruktur militer Hamas, bukan menargetkan warga sipil Palestina. Bahkan, Israel telah mengeluarkan peringatan dini kepada penduduk sipil untuk mengungsi sebelum melakukan operasi militer, sesuatu yang sangat jarang dilakukan dalam konflik bersenjata modern. Langkah-langkah ini justru membuktikan bahwa tidak ada niat genosida dalam kebijakan Israel.
Realitas di Gaza: Situasi Kemanusiaan yang Kompleks
Namun, menyimpulkan bahwa Israel sengaja menciptakan kelaparan adalah penyederhanaan yang keliru. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap krisis ini, termasuk penggunaan sumber daya sipil oleh Hamas untuk keperluan militer.
Hamas secara sistematis menggunakan rumah sakit, sekolah, dan masjid sebagai markas dan tempat penyimpanan senjata. Ini bukan hanya memperburuk situasi penduduk sipil, tetapi juga memperumit upaya bantuan kemanusiaan. Ketika Israel berusaha mengirimkan bantuan, Hamas kerap kali menyita atau mengalihkan bantuan tersebut untuk keperluan militernya.
Selain itu, Israel telah berkoordinasi dengan organisasi internasional untuk mengizinkan pengiriman bantuan makanan, air, dan obat-obatan ke Gaza. Bukti-bukti menunjukkan bahwa meski dalam kondisi konflik aktif, Israel tetap membuka jalur bantuan kemanusiaan melalui Kerem Shalom dan koordinasi dengan Mesir di Rafah.
ICJ dan Beratnya Membuktikan Genosida
Proses hukum di Mahkamah Internasional bukan hanya soal emosi dan opini publik, melainkan memerlukan bukti konkret. Sepanjang sejarah ICJ, membuktikan genosida adalah tugas yang amat berat karena harus menunjukkan tidak hanya akibat dari tindakan (seperti kematian massal) tetapi juga niat untuk menghancurkan kelompok tersebut.
Dalam kasus ini, Israel menunjukkan adanya langkah-langkah yang jelas untuk mengurangi dampak terhadap warga sipil, seperti membuat koridor kemanusiaan dan menjatuhkan selebaran untuk evakuasi. Tidak ada bukti kredibel bahwa Israel memiliki kebijakan sistematis untuk menghancurkan rakyat Palestina sebagai kelompok etnis atau nasional.
Afrika Selatan dan Standar Ganda
Negara tersebut sering bungkam terhadap kekejaman lain di dunia — termasuk kejahatan kemanusiaan di Suriah, Yaman, atau bahkan krisis Rohingya di Myanmar — namun memilih untuk fokus pada Israel, satu-satunya negara demokratis di Timur Tengah.
Hubungan historis dengan gerakan-gerakan anti-Israel, serta pengaruh kelompok pro-Palestina dalam politik domestik Afrika Selatan, memainkan peranan besar dalam membentuk sikap resmi mereka. Ini memperlihatkan bahwa gugatan ke ICJ lebih merupakan manuver politik daripada murni upaya menegakkan keadilan internasional.
Penutup: Melihat Fakta dengan Jernih
Menuduh Israel melakukan genosida dan kelaparan massal tanpa bukti kuat hanya akan memperburuk polarisasi dan menghambat upaya nyata untuk mencapai perdamaian. Tanggung jawab internasional seharusnya mengutamakan keadilan berdasarkan fakta, bukan politik identitas atau tekanan opini publik.